Senin, 25 Oktober 2010

Candi Sukuh


Candi Sukuh

Hm, Candi Sukuh, candi yang terkenal akan relief dan arca – arcanya yang tidak lazim dan nyeleneh dibanding candi – candi lain di Indonesia, bahkan begitu uniknya, mungkin relief – relief di Candi Khajuharo, India yang dapat menandinginya !!

Bacpacker ke Candi Sukuh

Berhubung Candi Sukuh merupakan wisata andalan Kabupaten Karanganyar, maka tak susah untuk menuju Candi Sukuh ini

   >  Dari Solo, kita dapat naik bus jurusan Solo – Tawangmangu dengan biaya Rp 4.000,- dan turun di Terminal Pandaan.

   >  Dari Terminal Karangpandan banyak sekali bus ¾ dan angkudes. Naiklah yang menuju Pertigaan Nglorog dan mintalah kepada supirnya untuk menurunkan kita di pertigaan Nglorog. Biaya Rp 2.500,- sampai Rp 3.000,-


>  Dari Pertigaan Nglorog ke Candi Sukuh masih jauh. Sangat disarankan untuk naik ojek yang merupakan kendaraan umum satu – satunya yang menuju ke Candi Sukuh karena jalannya yang naik terjal [kalau sendiri dan ingin hemat, silahkan berjalan kaki, tapi kalau tidak terbiasa naik gunung, jangan salahkan siapapn jika ambruk di tengah jalan]

>  Biaya ojek sekali jalan Rp 5.000,- karena tak ada ojek di Candi Sukuh, maka suruhlah pak ojeknya menunggu, tentunya dengan menambah biaya lagi, atau jika sekalian ingin ke Candi Ceto bisa negosiasi harga terlebih dahulu !

>  Biaya retribusi Candi Sukuh Rp 2.500,-

Jam lima pagi naik bus jurusan Tawangmangu dari Terminal Tirtonadi Solo, sekitar jam setengah tujuh pagi baru nyampai. Perjalanan sekitar satu setengah jam. Sempat ribut juga di dalam bus, karena ketika mulai banyak plang bertuliskan Karangpandan dan ada sebuah terminal sepi yang terlewat. Panik !! Ternyata Terminal Karangpandan merupakan terminal yang ramai dan kita bakalan tahu kalau sudah sampai di terminal ini.

Naik bus jurusan Nglorog dan turun di pertigaan Nglorog. Hampir tiga puluh menit baru sampai dan kita sudah disambut dengan tukang ojek. Negosiasi harga, deal naik ojek ke Candi Sukuh. Jam setengah delapan kurang kita bertiga tiba di Candi Sukuh. Lho ? Kok ?! Sepi amat dan pintu pagarnya masih tertutup !! Bukannya dalam masa liburan sekolah seharusnya candinya ramai ?? Bahkan loket karcisnya masih tutup !! Beruntung bapak – bapak petugas kebersihan candi mempersilahkan kami masuk candi dengan masuk ke pintu yang berada di atas, tepatnya di teras ketiga.

Karena teras ketiga bukan urutan yang tepat. Maka kami berjalan ke bawah, menuju pintu gerbang di teras pertama. Pintu gerbangnya besar, berbentuk paduraksa, maksudnya pintu gerbang yang dilengkapi dengan atap. Pintu gerbang ini diberi pagar pada jalan masuknya. Cobalah tengok ke dalam pagar gapura. Yup !! Di sana ada sebuah relief lingga dan yoni dalam bentuk sebenarnya !! 

Sejarah dan Legenda

Info yang beredar di internet menyebutkan kalau relief tersebut digunakan untuk mengetes keperawanan wanita, bla…bla…bla…. JANGAN PERCAYA !! Di setiap candi Hindu selalu ada lingga dan yoni !! Dan lingga dan yoni di Candi Sukuh bertujuan untuk meruwat yaitu menyembuhkan atau menghilangkan segala kekotoran di hati. Juga ada yang mengatakan supaya kita tidak sombong karena pada dasarnya manusia tercipta karena pertemuan sel sperma dan sel telur. Karena lingga dan yoni satu – satunya di Indonesia, bahkan di dunia dengan bentuk seunik ini, pagar di pintu masuk gapura dibuat agar tak ada orang yang sembarang masuk ke sini dan menginjak – injak reliefnya.

Pada sisi sayap utara gapura ini terdapat relief raksasa menggigit ekor ular, dibaca gapura buta anahut buntut (gapura raksasa menggigit ekor ular) yang merupakan sengkalan memet (sandi angka tahun) dan berarti tahun 1359 Saka atau tahun 1437 M. Tahun tersebut dipercaya sebagai tahun selesainya pembuatan candi.

Pada sisi sayap selatan terdapat relief raksasa memakan manusia, dibaca gapura buta mangan wong, (gapura raksasa memakan manusia), juga merupakan sangkalan memet dengan arti tahun 1359 Saka atau tahun 1437 M.

Dari Teras Ke Teras

Selepas gapura paduraksa ini kita akan memasuki teras satu. Di teras ini hanya terdapat tiga panil relief yang diletakkan pada pojok kiri teras. Lanjut dari teras satu, kita akan memasuki teras kedua. Gapura bentar menuju teras kedua ini kondisinya masih bagus walau bagian badan dan atasnya sudah hilang. Gapura ini polos tanpa relief maupun hiasan, bahkan batuan pagar di penyusun teras kedua mulai runtuh.

Di teras kedua keadaannya hampir sama dengan teras pertama. Bedanya, di teras ini hanya terdapat beberapa potongan batu berukir yang sebagian tertanam di tanah. Sepertinya para ahli tak mengetahui batuan tersebut milik bangunan yang mana.

Gapura bentar menuju teras ketiga memiliki keadaan yang lebih buruk daripada gapura bentar menuju teras kedua. Di depan gapura ini terdapat sepasang arca dwarapala dalam kondisi aus dan berukuran mungil. Arca dwarapala ini memiliki kemiripan dengan arca dwarapala di Situs Menggung.

Teras ketiga merupakan teras paling sakral dan suci di Candi Sukuh ini. Di teras inilah terdapat Candi utama dengan bentuk trapesium berdenah dasar 15 m2 dan tinggi mencapai 6 m yang mengingatkan kita akan piramida – piramida suku maya di Meksiko.

                                                      Fajar Merekah Di Candi Sukuh

Teras ketiga merupakan teras yang kaya akan relief dan juga arca – arca yang hampir kesemuanya tanpa kepala. Relief – relief di teras ini menceritakan kisah Sudamala dan Garudheya yang keduanya mengandung arti pengruwatan. Pengruwatan sendiri berarti menangkal atau melepaskan kekuatan buruk yang mempengaruhi kehidupan seseorang akibat ciri-ciri tertentu yang dimilikinya. Karena relief – relief ini pula, para ahli menduga Candi Sukuh dibangun untuk pengruwatan.

Di depan candi utama ini terdapat candi kecil atau candi perwara yang berisikan arca kecil yang juga tanpa kepala. Arca setinggi setengah meter ini dipercaya sebagai Ki Pocitro atau Ki Ageng Sukuh yang merupakan penunggu Komplek Candi Sukuh. Semasa hidup, ki Ageng Sukuh adalah pemuka agama Hindu yang bertahan dan melawan masuknya Islam. Dipercaya setelah wafat dimakamkan atau diabukan di candi perwara ini walau tak ada bukti tentang hal ini.

Coba juga perhatikan beberapa relief dan arca di teras ketiga ini. Beberapa arca dan reliefnya menggambarkan lingga (maaf, alat kelamin laki – laki) secara langsung dan tentunya arcanya tanpa kepala. Relief – relief dan arca – arca unik dan lain dari biasanya ini hanya dapat dijumpai di Candi Sukuh saja ! Dugaan menghilangnya kepala pada arca – arca ini adalah akibat dipenggal oleh pasukan Raden Patah dari Kerajaan Demak.

Dibagian tengah atap candi utama terdapat sebuah lingga kosong tanpa yoni. Lingganya sendiri diduga disimpan di Museum Nasional, Jakarta, apalagi mengingat adanya prasasti berbahasa kawi berbentuk lingga dalam bentuk sebenarnya dengan tinggi dua meter yang berada di museum tersebut. Menurut beberapa sumber, dulunya di setiap teras di Candi Sukuh terdapat beberapa rumah panggung seperti di Candi Ceto.

                                                         Teras Tertinggi Candi Sukuh

Candi Sukuh, Dulu dan Kini !

Candi Sukuh sendiri berada di lereng barat Gunung lawu, tepatnya di Dusun Sukuh, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Berada pada ketinggian ± 910 mdpl, Candi Sukuh pertama kali ditemukan oleh Johnson, Residen Surakarta pada tahun 1815 dalam keadaan runtuh. Selanjutnya, Candi Sukuh diteliti oleh Van der Vlis (1842), Hoepermans (1864-1867), Verbeek (1889), Knebel dan WF. Stutterheim (1910).

Kompleks Candi Sukuh menempati areal seluas ± 5.500 m2, terdiri dari terdiri atas tiga teras bersusun. Semua gerbang di candi ini beserta candi utama dan candi perwara menghadap ke barat. Candi Sukuh yang unik ini tidak mengikuti Wastu Widya (kitab pedoman pembuatan candi Hindu). Bentuk candi yang berundak – undak seperti punden berundak (bangunan suci masa pra Hindu-Buddha) dikarenakan pada abad ke-15, pengaruh Hinduisme di Jawa mulai memudar, sehingga budaya asli zaman megalitikum mulai bangkit.

Ketika kami berada di teras ketiga ini pula, bapak penjaga loket retribusi dari pemda datang menghampiri kami untuk menyerahkan dua tiket retibusi pada kami (anak kecil ga bayar). Sempat Tanya pula mengenai Candi Planggatan yang papannya terlihat di pertigaan jalan. Bapaknya juga berujar memang ada candi di sana kaya Candi Sukuh dan jaraknya 4 – 5 kilometer.

Jika sempat, maka datangilah Rumah Sukuh, sebuah museum untuk meletakkan batu dan arca di candi Sukuh yang belum dapat dirangkai. Untuk kesana, kita dapat berjalan kaki. Belok pada pertigaan tempat parkir (ada plang biru besar bertuliskan Candi Sukuh). Perhatikan kanan jalan. Karena museum berada di kanan jalan. Sayangnya, kami hanya melewati museum ini pada perjalanan menuju Candi Planggatan

                                                        Candi Induk Candi Sukuh

Sangat disayangkan pula bahwa adanya vandalism di Candi Sukuh berupa goresan – goresan nama pada candi utama. Sebuah tindakan kekanakan yang tidak menghargai budaya bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar