Minggu, 25 Juli 2010

Gua Selomangleng


Hm, Alkisah Raja Djojoamiluhur mengadakan sayembara untuk mencarikan suami bagi anaknya, Dewi Kilisuci. Celakanya, pemenangnya adalah Djotosuro, seorang raja berkepala kerbau. Dewi Kilisucipun ogah, dan menjebak Djotosuro supaya dibuatkan sumur yang teramat sangat dalam. Lalu Dewi Kilisuci menyuruh prajuritnya untuk menimbun sumur itu dengan batu hingga meninggi dan terciptalah Gunung Kelud. Tapi sialnya, arwah Djotosuro sering marah dan Gunung Keludpun meletus. Supaya rakyat Kediri dan sekitarnya selamat, maka Dewi Kilisucipun bertapa dan tidak menikah hingga muksa di Gua Selomangleng.

            Demikianlah sepenggal dan versi singkat dari legenda yang mendasari terciptanya Gua Selomangleng (serta Gunung Kelud), sebuah situs wisata arkeologis di Desa Pojok, Kecamatan Mojoroto, Kotamadya Kediri, Jawa Timur. Selomangleng sendiri mempunya arti, Selo = Batu dan Mangleng = mangklung atau menjorok keluar. Gua itu sendiri berada pada sebuah bukit di kaki gunung Klothok.

Bacpacker Ke Gua Selomangleng

            Untuk menuju kawasan wisata Gua Selomangleng ini, ada banyak sekali kendaraan umum yang bisa digunakan.

  
  >  Jika dari pusat kota dapat naik angkot berlabel A atau yang bertuliskan Selomangleng yang dapat mengantarkan penumpang langsung ke obyek wisata. Estimasi biaya Rp 2.500,-

>  Atau, bisa juga naik bis dari Terminal Tamanan yang menuju ke Nganjuk atau Surabaya. Dari sini kita akan diturunkan di perempatan Sukorame selanjutnya bisa naik ojek atau naik angkot atau jalan kaki menuju obyek wisata sejauh satu kilometer (terserah suka yang mana)

Sejarah Singkat


            Gua Selomangleng merupakan situs yang bercorak Hindu. Sejarahnya sendiri sulit dicari karena tak disediakannya papan informasi juga tak adanya juru kuncinya yang selalu siap sedia di tempat,
            “ Kalau juru kuncinya datang jam enam pagi trus kembali lagi jam empat sore buat nyapu – nyapu halaman gua “ begitulah ucapan bapak pedagang es degan yang berjualan di kaki tangga menuju gua. Bahkan saat ditanya mengenai sejarah Gua Selomangleng, bapak yang saya lupa namanya malah bercerita tentang legenda Dewi Kilisuci yang sudah diketik di paragraph awal.

Uniknya, sejarah singkat Gua Selomangleng malah bisa ditemukan dalam buku Bahasa Daerah anak SD !! Di situ ditulisakan bahwa Gua Selomangleng merupakan sebuah pertapaan yang dibangun pada masa Kerajaan Kediri dan terus digunakan hingga Kerajaan Majapahit.

Dari Ruang Ke Ruang

Ruangan Selepas Pintu Kalamakara

            Gua Selomangleng memiliki empat buah ruangan. Ruangan pertama dan kedua menyatu dan dindingnya dihiasai aneka relief yang menawan yang menceritakan tentang kehidupan Dewi Kilisuci saat dilamar oleh Prabu Kelono Siwandono dari Kerajaan Bantar Angin. Selain itu, juga ada relief kisah tentang Patih Buto Lohcoyo yang setia mendampingi Dewi Kilisuci. Sayangnya hampir relief – relief yang memenuhi dinding gua hitam legam karena jelaga dari asap obor, menyan dan sebangsanya dari abad ke abad. 

Ruangan di kiri gua memiliki lubang yang sangat kecil dan sekarang lebih difungsikan sebagai tempat meletakkan kemenyan dan bunga bagi mereka yang mengalap berkah di ditempat ini (atau bagi mereka yang mencoba mencari ketenangan batin disini – asalkan jangan melakukannya pada hari libur karena tempat ini akan sangat ramai) Pada bagian lubang gua yang kecil ini terlihat  relief manusia yang bertapa dalam ukuran yang lebih kecil dan lagi - lagi hitam legam. Ruangan keempat di kanan gua lebih besar dan gelap serta berbau hio atau dupa yang sangat menyengat. Pada bagian pintu masuknya terpahatkan relief kalamakara. Di dalamnya sendiri gelap gulita karena tak adanya penerangan. Dengan bantuan blitz kamera, dapat terlihat adanya sandaran arca yang dipahatkan pada dinding gua tanpa arca dan meninggalkan lapik arca (dudukan arca) yang berbentuk bunga teratai dan malah dipenuhi aneka bunga setaman serta ruangan ini hitam semua karena jelaga. Di samping kanannya pada bagian bawah juga terdapat relief sandaran arca. Kemungkinan ada sekitar dua buah arca (atau lebih) pada ruang gua ini. Konon, dikedua lubang gua ini bisa tembus sampai pantai selatan, tapi pada kenyataannya kedua gua ini buntu.

Relief Pada Bagian Kaki Gua

Relief Pada Bagian Dinding Dalam Gua

Di halaman gua terdapat beberapa arca tanpa kepala dalam keadaan aus. Disamping arca ini terdapat batu silinder seperti bekas tiang dengan ornamen yang aus pula. Didepan arca ini terdapat dua batu dengan hiasan sulur – suluran tanaman, sayang kondisinya sudah tidak utuh lagi. Demikian pula sebuah arca dwarapala di kaki tangga yang juga sudah aus termakan usia dan berdiri sendirian, dimana seharusnya ada sepasang dwarapala. Di dinding – dinding bagian luar gua juga “seharusnya” dipenuhi aneka relief yang indah, sayang banyak sekali relief yang aus. Di dinding luar Gua Selomangleng juga terdapat relung yang sekarang kosong, saat saya bertanya tentang kemana perginya arca – arca disini, petugas tersebut kurang mengetahinya, ditambah koleksi arca di Museum Airlangga juga kurang informasi.

Kaya Akan Peninggalan Sejarah

Salah Satu Ruangan Gua Yang “Konon” Tembus Ke Pantai Selatan Dibelakangnya Terlihat Relief Manusia yang Bertapa

Jika ditilik dari peninggalan yang ada di Museum Airlangga, ternyata daerah sekitar Gua Selomangleng kaya akan peninggalan arkeologi. Contohnya di Desa Bujel yang berjarak sekitar satu kilometer dari situs ini pernah diketemukan struktur bata kuno yang kemungkinan sebuah candi. Demikian pula di Desa Lirboyo ( berjarak satu setengah kilometer) yang terkenal akan Pondok Pesantrennya juga pernah diketemukan struktur candi berbahan dasar batu kapur putih. Dan juga sekitar tahun 2002 pernah diketemukan kumpulan arca di Gunung Klothok yang letaknya berada di atas Gua Selomangleng. Jika pemerintah Kota Kediri peduli akan peninggalan purbakala ini, niscaya Kota Kediri memiliki banyak tempat wisata andalan, apalagi jika candi di Desa Lirboyo direkonstruksi akan menghasilkan candi yang cantik nan megah serta akan memikat banyak wisatawan kesana, karena candi berbahan batu kapur sangat jarang diketemukan.

Gua Selomangleng Kini

Walau menyandang status sebagai gua dengan jumlah pengunjung terbanyak se-Jawa Timur dan juga merupakan wisata andalan Kotamadya Kediri, masuk ke kawasan wisata gua Selomangleng gratis dan hanya akan ditarik biaya retribusi sebesar Rp 2.500,- pada hari Sabtu dan Minggu ditambah hari raya besar. Bahkan dalam penarikan retribusi yang “Cuma” selama dua hari ini sering menimbulkan keributan, karena masyarakat sekitar yang suka cari rumput di sekitar gua juga ikut terkena retribusi. 

Gua Selomangleng

Selain gua, di areal wisata terdapat Museum Airlangga, Pura Penataran Agung Kilisuci dan juga waterpark dengan taman yang tak terawat walau terkesan mewah. Gua Selomangleng yang juga menyandang sebagai Peninggalan Masa Klasik dengan pengunjung terbanyak di Jawa Timur pada tahun 2005 ini sepertinya perlu banyak berbenah, terutama banyaknya sampah, kurangnya petugas jaga dan juga minimnya informasi serta seringnya daerah sekitar digunakan pasangan muda – mudi untuk memadu kasih. Belum lagi sepinya pengunjung pada hari – hari biasa membuat banyak pedagang akan selalu berkeluh kesah, berharap pariwisata andalan Kota Kediri ini akan semakin membaik.