Selasa, 26 Oktober 2010

Candi Ceto


Candi Ceto

Hm, Candi Ceto, candi yang terletak di Dukuh Cetha, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah ini masih berkaitan dengan Candi Sukuh, maka tak lengkap rasanya jika kita ke Candi Sukuh tak mampir ke Candi Ceto, lagipula letak kedua candi ini tak terlalu jauh.

Bacpacker ke Candi Ceto

Jika tak membawa kendaraan pribadi, maka satu – satunya jalan menuju Candi Ceto adalah dengan naik ojek.

   >  Seperti yang sudah saya jelaskan di artikel Karanganyar, ojek Candi Sukuh – Candi Ceto ditarik Rp 40.000,- (biasanya Rp 50.000,-) Pergi – Pulang.

   >  Alternatif lainnya, kita bisa naik bus ¾ dari Terminal Karangpandan dan turun di Terminal Kemuning yang merupakan terminal terakhir dan terletak di tempat yang lebih tinggi serta dikeliling Kebun Teh.


  >  Ojek dari sini Rp 18.000,- entah untuk PP atau sekali jalan.

 > Sebelum kita tiba di Candi Ceto, sepeda motor ditarik Rp 2.000,- dan biaya masuk Candi Ceto Rp 2.500,- sama dengan biaya masuk Candi Sukuh.

Sejarah Candi Ceto

Candi Ceto merupakan salah satu candi yang dibenci para arkeolog (candi yang lainnya adalah Candi Cangkuang) karena saat dipugar oleh Soedjono Hoemardani, asisten pribadi Presiden Soeharto pada tahun 1975/1976, struktur bangunan asli candi dirubah dan beberapa bangunan barupun ditambahkan, termasuk gapura bersayap di pintu masuk candi dan juga bangunan candi utama di teras paling tinggi.

Jika kita jeli, maka pada loket tiket, lihatlah bagian atasanya, ada papan kecil yang bertuliskan :
Sangat disayangkan bahwa “pemugaran” atau lebih tepat disebut pembangunan oleh “seseorang” terhadap candi Cetha ini tidak memperhatikan konsep arkeologi, sehingga hasilnya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Candi Ceto diketemkan kembali oleh Van der Vlis pada tahun 1842. Setelah itu, Candi Ceto diteliti oleh beberapa ahli seperti W.F. Sutterheim, K.C. Crucq, N.j. Krom, A.J. Bernet Kempers, dan Riboet Darmosoetopo.


Candi Ceto sendiri terdiri dari 13 teras yang membentang arah timur – barat sepanjang 190 meter dan sekarang yang ada hanya 11 teras, entah kemana perginya 2 teras yag lain. Dari tulisan yang diketemukan di lokasi candi (beberapa terpahat pada dinding gapura bentar yang runtuh) Candi Ceto dibangun pada tahun 1451-1475 yang merupakan masa akhir Kerajaan Majapahit.

Teras yang masih asli adalah teras ketujuh, dimana pada teras ini terdapat sangkalan memet (sandi angka tahun) berupa tiga katak, mimi, kepiting, belut, dan tiga kadal. Menurut Bernet Kempers, arkeolog Belanda, relief kepiting, belut, dan mimi merupakan sengkalan yang berbunyi welut (3) wiku (7) anahut (3) iku = mimi (1), menunjukkan angka tahun 1373 Saka atau 1451 Masehi, tahun didirikannya candi Ceto.

Pada gapura diteras ini terdapat kalimat yang menyebutkan bahwa Candi Ceto digunakan sebagai tempat ruwatan tahun 1397 Saka atau 1475 Masehi. Hal ini diperkuat dengan relief – relief Samudramanthana dan Garudeya.

Masih pada teras ini terdapat Kalacakra atau lingga (kelamin laki-laki) dengan panjang sekitar dua meter; juga terdapat simbol matahari dalam lingkaran yang merupakan Surya Majapahit, simbol dari Kerajaan Majapahit.

Candi Ceto Kini
Seperti candi – candi di Bali, Candi Ceto madih digunakan hingga sekarang oleh masyarakat sekitar yang uniknya, mulai dari zaman dahulu hingga sekarang masih beragama Hindu, hal ini terlihat dari bentuk pagar rumah mereka yang berbentuk gapura bentar. 




                                                        Masih Di Candi Ceto 

Selain itu, Candi Ceto memiliki arca – arca yang sangat unik. Arca dikaki masuk dipahat pada dua sisinya, yaiut sisi depan da sisi belakang. Arca jenis ini hanya dapat diketemukan di Candi Ceto dan Situs Menggung.

Jika cuaca cerah, maka dari Candi Ceto kita dapat melihat kota Solo, hingga Gunung Merapi dan Gunung Merbabu (hal ini tentu saja akan semakin terlihat indah jika malam datang karena gemerlap lampu kota akan terlihat dari sini). Karena berada pada tempat yang tinggi,Candi Ceto sering tertutup kabut dan hal ini memberi nilai plus akan situs bersejarah ini karena seakan – akan kita berada di negeri kahyangan dengan gapura – gapuranya yang menyembul diantara kabut.

Dan untungnya, saat saya kesini, Candi Ceto tertutup kabut, namun sedikit gerimis. Gerimisnya tak berlangsung lama, sebab setelah itu kabut bergulung pergi dan cuaca menjadi cerah serta sangat panas menyengat dan untungnya lagi, kabut kembali turun menyelimuti Candi Ceto.

Hal menyenangkan dari Candi Ceto adalah dalam perjalanannya. Untuk menju candi ini, kita akan melewati kebun teh Kemuning yang berbukit – bukit dan seluruhnya di selimuti oleh warna hijau dari tanaman teh. Tak heran, walau jalanannya agak rusak dan penuh tanjakan terjal, banyak remaja yang betah nongkrong berlama – lama disini.

                                                       Candi Ceto

Jika ingin menikmati pemandangan malam di sini, jangan bingung, sebab penduduk sekitar telah membuka penginapam. Ada banyak penginapan disini, dan kebanyakan terpusat di bawah pintu masuk menuju Candi Ceto. Jangan lupa pilih yang berfasilitas air panas dan bawa jaket yang tebal, karena udara disini benar – benar dingin.

Jika mengunjungi Candi Ceto, jangan lupa untuk mengunjungi Candi Kethek dan Pura Saraswati yang letaknya tak jauh dari Candi Ceto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar