Selasa, 26 Oktober 2010

Air Terjun Jumog


Air Terjun Jumog

Hm, Air Terjun Jumog, The Lost Paradise. Terdengar seperti film Box Office yang sangat menjanjikan. Nyatanya The Lost paradise bukan merupakan tagline sebuah film, namun merupakan tagline dari sebuah kawasan wisata di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar.


Bacpacker ke Air terjun Jumog

   >  Cukup mudah jika ingin ke air terjun Jumog, apalagi banyak papan petunjuk jalannya. Caranya sama dengan pergi ke Candi Sukuh. Berhubung angkutan umum tak lewati air terjun ini, kita bisa turun di pertigaan nglorog dan naik ojek ke tempat ini. Biaya sekali jalan Rp 5.000,- biaya yang sama untuk menuju ke Candi Sukuh.

   >  Jika memiliki waktu panjang, lebih baik menyempatkan juga ke Candi Sukuh dan Candi Ceto dengan biaya Rp 50.000,- PP termasuk juga air terjun Jumog.
   >  Biaya retribusi Rp 3.000,-
Saya memang kepingin ke air terjun ini, maklum ga ada air terjun di kota, apalagi melihat gambar air terjunnya yang menjanjikan ketika browsing di internet. Maka jika waktu memungkinkan “harus” ke air terjun ini.

Jarak ke air terjun Jumog tak begitu jauh dari Candi Sukuh serta lebih dekat daripada Air Terjun Parang Ijo yang berada di utara Candi Sukuh. Namun, berhubung ke Candi Planggatan lebih dahulu dan mas ojeknya mengiklankan Telaga Madirdo, maka kami bertiga malah mengambil jalan berputar yang jauh untuk menuju air terjun ini.

Lagi – lagi kami menjadi pengunjung yang pertama yang datang ke air terjun Jumog, padahal masih jam sembilan pagi. Biaya retribusi untuk masuk ke air terjun ini adalah Rp 3.000,- Ternyata, air terjunnya berada di bawah dan kamipun harus turun ke bawah. Turunnya lumayan jauh juga, namun tidak sejauh Grojogan Sewu. Ini berarti naiknya melelahkan dan memakan waktu, padahal belum ke Candi Ceto. 

Saat turun menapaki anak tangga ini, bunyi gemuruh air terjun sudah terdengar, tapi air terjunnya masih belum kelihatan. Setelah turun, ada kolam renang dangkal dengan perosotan yang berjumlah banyak. Persotan berwarna – warni ini pastinya menarik perhatian anak kecil. Adikkupun terpesona olehnya. Karena tak ada waktu, langung aja bergerak menuju air terjunnya yang ternyata masih harus berjalan lumayan jauh dari anak tangga.

Air Terjun Jumog memiliki tinggi 60 meter, kalah 20 meter dari Grojogan Sewu dan arah terjunnya air bercabang dua. Ada 2 jalan menuju air terjun. Jalan pertama becek dan berada di bawah tebing. Jalan kedua agak panjang dan memutar serta melewati beberapa jembatan. Ternyata jalan pertama pernah terkena longsor bulan April lalu dan jalan kedua merupakan jalan alternatifnya yang lebih bagus dan nyaman daripada jalan kedua.

Jalan menuju air terjun sejalur dengan sungai kecil yang alirannya berasal dari air terjun. Sungainya berair jernih, dangkal dan masih terdapat beberapa batu alamnya. Seringkali jalannya bercabang menuju ke sungai sehingga kita bisa bermain air disana tanpa takut tenggelam karenanya walaupun kita berada di tengah sungai :D.

Dari kejauhan buih – buih air terjun sudah menerpa kita. Semakin mendekat, semakin basah kita. Aliran air terjunnya memang deras. Hanya beberapa menit berada di sekitar air terjun sudah mampu bikin pakaian basah !!

Lama tak melihat air terjun secara langsung membuat kita bertiga terpana karenanya. Apalagi daerah disekitar air terjun benar – benar masih hijau, apalagi ada larangan menebang tanaman secara sembarangan.

Sayangnya, satu – satunya hal menggangu adalah banyaknya sampah di bebatuan di sekitar air terjun. Alangkah baiknya jika pengunjung mebuang sampah pada tempatnya, apalagi banyak tempat sampah bertebaran di lokasi air terjun. Gazebo – gazebo kecil di sepanjang jalan menambah daya tarik sendiri karena kita bisa beristirahat sambil menikmati indahnya air terjun dalam sudut pandang yang kita suka, walalupun gazebo di dekat air terjun tidak dapat membuat kita merasa nyaman, karena gazebonya sendiri seperti habis diguyur hujan tanpa hentinya !!

Puas menikmati air terjun, jangan lewatkan masakan khas daerah pegunungan, apalagi kalau bukan sate kelinci. Banyak sekali pedagang sate kelinci ini, mulai dari pelataran parkir di atas, sampai warung - warung di sepanjang jalan menuju air terjun. Kami memilih warung yang terdekat dengan air terjun dan juga merupakan satu – satunya warung yang buka pada hari itu [di pelataran parkir juga baru ada satu warung yang buka].

                                                      Sate Kelinci

Seporsi sate kelinci berisi 10 tusuk sate dan lontong, harus ditebus seharga Rp 7.000,- bagi yang ga tega memakan hewan imut ini, maka dapat dipastikan setiap pedagang sate kelinci pasti juga berjualan sate ayam. Harga sate ayam dipatok lebih murah, yaitu senilai Rp 6.000,-

Entah harus bilang seperti apa mengenai daging kelinci ini. Selain dagingnya kecil, rasanya hampir mirip – mirip rasa daging ayam. Rasanya sangat jauh dari apa yang orang – orang katakana. Atau mungkin lidahku aja yang ga peka ?! Beda selera mungkin !!

Perut kenyang dan sudah jam sepuluh pagi dan pasangan sejoli mulai berdatangan kemari, itu saatnya mengakhiri wisata di air terjun Jumog. Masalahnya adalah perjalanan kembali membuat kita harus menapaki ratusan tangga kembali. Berhubung kasihan sama ibu dan adik, maka tas – tas mereka yang berat saya bawakan. Tapi, sayalah yang tiba duluan di atas dibanding mereka berdua !!

Melihat ibu saya kecapaian, membuat bapak – bapak petugas ga tega. Jadinya mereka mempersilahkan kami melewati “pintu ajaib” yang langsung menembus pelataran parkir [untuk menuju pelataran parkir sebenarnya harus naik lagi].

                                          Air Terjun Jumog - The Lost Paradise

Air Terjun Jumog, entah apa makna dari kata – kata itu. Saya sendiri tidak menemukan adanya papan informasi mengenai air terjun ini, mengenai namanya dan legendanya [atau saya yang kurang jeli ya ?!]. Yang jelas, inilah sepotong surga yang diciptakan Tuhan untuk mewarnai tanah Karanganyar yang kaya ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar